SPI IAIN Pekalongan

SPI IAIN Pekalongan

Email: This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Perguruan tinggi merupakan institusi pendidikan yang mempersiapkan generasi muda untuk menjadi pemimpin masa depan. Namun, integritas dan kredibilitas lembaga ini dapat terancam oleh tindakan fraud atau penipuan yang mungkin terjadi di dalamnya. Dari kasus pemalsuan ijazah, plagiarisme, hingga manipulasi data penelitian, fraud di perguruan tinggi bukanlah isu yang bisa dianggap remeh.

Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, memelihara integritas dalam institusi dan organisasi menjadi lebih krusial daripada sebelumnya. Kejujuran dan keberanian untuk melaporkan ketidakpatuhan atau perilaku tidak etis adalah pilar utama dalam membangun budaya organisasi yang sehat. Di sinilah peran penting sistem pelaporan pelanggaran, atau yang sering dikenal dengan istilah "Whistleblowing System," berperan.

Dalam era yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat, perguruan tinggi harus beradaptasi untuk tetap relevan dan efektif dalam mencapai tujuan strategis mereka. Salah satu aspek kunci dalam mencapai hal ini adalah integrasi yang erat antara Satuan Pengawasan Internal (SPI) dan tujuan strategis perguruan tinggi. Membawa SPI ke dalam pusat perencanaan dan pelaksanaan strategi perguruan tinggi adalah langkah maju yang bisa mendatangkan banyak manfaat.

Pemikiran Anti-Korupsi Gus Dur dan Urgensi Refleksi Integritas Kepemimpinan

K.H. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur, adalah sosok yang tak pernah lelah menekankan pentingnya integritas moral dan etika dalam kepemimpinan. Dalam banyak kesempatannya, baik sebagai tokoh Nahdlatul Ulama (NU), pemikir, maupun Presiden RI ke-4, Gus Dur selalu memposisikan dirinya sebagai pejuang anti-korupsi.

Korupsi, menurut Gus Dur, bukan hanya soal pencurian uang negara, tetapi lebih mendalam daripada itu: korupsi adalah penghianatan terhadap amanah publik dan kerusakan terhadap tatanan sosial yang seharusnya berjalan berdasarkan keadilan dan kebenaran. Di balik tindakan korupsi, terdapat moral yang runtuh dan etika yang hilang. Jika dibiarkan, korupsi akan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi negara dan merusak sendi-sendi demokrasi.

Salah satu karakteristik unik dalam pemikiran Gus Dur tentang korupsi adalah pandangannya terhadap korupsi sebagai akar dari banyak permasalahan sosial lainnya. Menurutnya, korupsi melahirkan ketidakadilan, dan ketidakadilan ini memicu berbagai ketegangan sosial, dari konflik horizontal hingga kesenjangan ekonomi yang semakin lebar.

Gus Dur tidak hanya sekadar berbicara tentang korupsi. Dia juga memberikan contoh melalui tindakan-tindakan konkret selama memimpin bangsa ini. Meski dihadapkan dengan berbagai rintangan dan tantangan, termasuk dari kalangan elit politik sendiri, Gus Dur tetap berupaya untuk menerapkan reformasi birokrasi, transparansi anggaran, serta memberantas praktik-praktik koruptif yang sudah mengakar dalam berbagai sektor pemerintahan.

Namun, tentu saja perjalanan Gus Dur dalam memerangi korupsi tak selalu mulus. Di satu sisi, beliau mendapatkan dukungan dari masyarakat yang mendambakan Indonesia yang bersih dari korupsi. Di sisi lain, ada pula kelompok yang merasa terancam dengan upaya pembersihan ini. Ini menjadi bukti bahwa korupsi bukan hanya masalah teknis, melainkan juga politik.

Refleksi dari pemikiran Gus Dur mengenai anti-korupsi seharusnya menjadi renungan mendalam bagi para pemimpin dan calon pemimpin di era sekarang. Bukankah seorang pemimpin sejati adalah mereka yang tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi, tetapi juga kepentingan rakyat yang diwakilinya?

Sebagai penutup, mungkin kita semua perlu mengingat salah satu pesan mendalam dari Gus Dur: "Kekuasaan adalah amanah, bukan kesempatan" dan "Bangsa Kita ini Paling Kaya di Dunia Kok Jadi Paling Melarat Sekarang? Karena Korupsi dibiarkan tidak ditindak". Pemikiran ini, jika diinternalisasi, bisa menjadi benteng pertama dalam memerangi korupsi di tanah air kita tercinta.

 

Penulis : Agus Arwani

Sekretaris SPI UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Mahasiswa Doktoral PDIE Konsentrasi Akuntansi Universitas Islam Indonesia

Dosen FEBI UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan 

OPINI ANTI KORUPSI

Menggugah Kesadaran: Peran Kritis Media dalam Memerangi Korupsi dan Kecurangan

 

Ketika kita membicarakan perang melawan korupsi dan kecurangan, salah satu senjata terkuat yang bisa kita miliki adalah media. Media massa memiliki peran kritis dalam memerangi masalah ini karena mereka memiliki kekuatan untuk menggugah kesadaran masyarakat, menjalankan fungsi pengawasan, dan memberikan informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan mengungkap tindakan-tindakan yang merugikan negara dan masyarakat.

Media tidak hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai pendidik. Mereka memiliki tanggung jawab untuk mendidik masyarakat tentang konsekuensi negatif dari korupsi dan kecurangan. Dengan memberikan liputan yang jujur dan mendalam tentang kasus-kasus korupsi, media membantu mengilhami kesadaran akan dampak yang merusak dari perilaku ini. Mereka juga berperan dalam mempromosikan nilai-nilai integritas, transparansi, dan akuntabilitas.

Selain itu, media memiliki kemampuan untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat dengan cepat dan efisien. Ini penting dalam mengekspos praktik-praktik korupsi yang dapat merugikan banyak orang. Ketika media mengungkapkan kecurangan dalam pemerintahan atau sektor swasta, mereka menciptakan tekanan publik yang dapat mendorong perubahan dan tindakan hukum terhadap pelaku.

Namun, peran media ini tidak datang tanpa tantangan. Di banyak bagian dunia, media menghadapi ancaman terhadap kebebasan pers. Korupsi dan kecurangan sering kali melibatkan individu atau kelompok yang memiliki kekuatan politik atau ekonomi yang besar, dan mereka mungkin berusaha untuk membungkam laporan yang mengungkap praktik-praktik ini. Oleh karena itu, perlindungan kebebasan pers dan jaminan keamanan bagi jurnalis adalah esensial dalam memastikan bahwa media dapat menjalankan perannya dengan baik.

Selain itu, media juga harus menjaga integritas mereka sendiri. Praktik-praktik jurnalistik yang etis dan kode etik yang ketat harus menjadi pedoman dalam melaporkan kasus-kasus korupsi. Kesalahan atau ketidaknetralan dalam melaporkan kasus korupsi dapat merusak integritas media dan melemahkan peran mereka dalam memerangi korupsi.

Dalam dunia yang semakin terhubung secara global, media memiliki peran yang lebih besar dalam memerangi korupsi internasional. Mereka dapat mengungkap skema pencucian uang, pemerasan transnasional, dan praktik-praktik korupsi lintas batas yang merugikan banyak negara. Kolaborasi antara media dari berbagai negara dapat membongkar jaringan-jaringan korupsi yang rumit.

Dalam rangka memerangi korupsi dan kecurangan, kita perlu mengakui peran penting yang dimainkan oleh media massa. Media adalah alat yang kuat dalam menggugah kesadaran masyarakat, memberikan transparansi, dan mengawasi para pelaku korupsi. Kita semua, sebagai konsumen berita dan anggota masyarakat, memiliki tanggung jawab untuk mendukung media dalam upaya mereka untuk memerangi korupsi dan menjaga integritas dalam profesi jurnalistik. Hanya dengan bekerja bersama-sama kita dapat membangun masyarakat yang lebih jujur dan adil.

Peran media dalam memerangi korupsi tidak hanya tentang melaporkan kasus-kasus korupsi yang telah terjadi. Media juga memiliki peran yang penting dalam mencegah korupsi dengan melakukan investigasi yang mendalam, mengungkap ketidaksesuaian dalam sistem, dan mengedukasi masyarakat tentang tindakan-tindakan yang dapat mereka ambil untuk melawan korupsi. Pertama, Media memiliki sumber daya dan kemampuan untuk melakukan investigasi yang mendalam dan merinci kasus-kasus korupsi. Mereka dapat mengungkap rincian transaksi ilegal, peran aktor-aktor kunci, dan dampak korupsi tersebut pada masyarakat. Melalui laporan-laporan investigatif, media memaksa pemerintah dan lembaga hukum untuk bertindak, memicu penyelidikan lebih lanjut, dan memberikan tekanan publik untuk menuntut pelaku. Kedua, Selain melaporkan kasus-kasus korupsi, media juga memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat tentang cara mengenali dan melaporkan tanda-tanda korupsi. Mereka dapat memberikan informasi tentang whistleblower protection, mekanisme pelaporan yang aman, dan hak-hak yang dimiliki oleh warga negara untuk meminta akuntabilitas dari pemerintah. Edukasi ini memungkinkan masyarakat untuk menjadi lebih aktif dalam memerangi korupsi. Ketiga, Ketika tindakan pencegahan dan reformasi anti-korupsi dilakukan, media memiliki peran untuk mengawasi apakah langkah-langkah tersebut efektif. Mereka dapat menyelidiki apakah hukuman diberikan secara adil, apakah kebijakan anti-korupsi dijalankan dengan baik, dan apakah korupsi yang terungkap berkurang. Dengan demikian, media bertindak sebagai penjaga kejujuran dalam proses reformasi. Keempat, Media dapat memberikan suara kepada korban korupsi yang sering kali terpinggirkan. Melalui wawancara dan liputan khusus, mereka dapat membagikan pengalaman dan penderitaan korban serta menyoroti urgensi untuk menindak para pelaku. Kelima, Media dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga anti-korupsi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di beberapa negara, untuk memperkuat upaya pencegahan dan penindakan. Kolaborasi semacam ini dapat menghasilkan informasi dan laporan yang lebih komprehensif.

Sementara media memainkan peran yang penting dalam memerangi korupsi, kita sebagai masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk mendukung media independen dan objektif. Kita perlu menjadi konsumen berita yang cerdas, memeriksa sumber informasi, dan mendukung media yang berkomitmen pada jurnalisme yang berkualitas dan etis.

Dalam era di mana informasi adalah kekuatan, media memegang peranan sentral dalam menjaga akuntabilitas dan keadilan. Dengan bekerja sama, media dan masyarakat dapat menjadi kekuatan yang tak terhentikan dalam upaya memerangi korupsi dan menjaga tatanan yang lebih adil dan transparan bagi kita semua.

 

Penulis: Agus Arwani

Mahasiswa Doktoral PDIE Universitas Islam Indonesia

Sekretaris SPI UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Dosen FEBI UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

 

 

Rencana operasional (RENOP) Satuan Pengawasan Internal (SPI) UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan  merupakan implementasi dari Rencana Strategis SPI 2021-2025 yang telah disusun, yaitu bagaimana mewujudkan kegiatan operasional dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis SPI. Renop bertujuan untuk mengetahui secara rinci kegiatan setiap tahun yang dilaksanakan oleh SPI guna mencapai target tahunan yang pada akhirnya dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran SPI. Keberhasilan pencapaian visi SPI sangat bergantung kepada rasionalisasi rincian kegiatan yang ada di dalam renop. Oleh karena itu renop sangat penting untuk disusun dengan menggunakan pendekatan yang realistis.

Di sisi lain, keberadaan Renop sangat bermanfaat untuk (1) penyusunan rencana kerja dan anggaran tahunan; (2) kegiatan monitoring dan evaluasi dan (3) Sebagai dasar penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja SPI. Renop ini dapat direvisi apabila ada penyesuaian berdasarkan kesepakatan bersama demi percepatan pencapaian visi SPI.

 

Silahkan baca selengkapnya RENOP SPI 2021-2025 Klik Disini

Page 2 of 18
We use cookies to improve our website. Cookies used for the essential operation of this site have already been set. For more information visit our Cookie policy. I accept cookies from this site. Agree